Kamis, 10 Mei 2012

Aristoteles Dan Fiksi Mini

Menurut aristoteles, yg menelurkan salah satu teori cerita paling tua yaitu sebuah cerita memiliki awalan, tengah dan akhir. (Struktur tiga babak.) Jika kita mengikuti teori itu, meskipun itu bukan teori satu satunya, maka semestinya sebuah fiksi memiliki unsur-unsur tsb. Awalan sebagai perkenalan (bisa berupa kalimat tersirat) , tengah itu puncak konflik, akhir adalah solusi atau resolusi.

Awalan, puncak maupun resolusi/solusi mengacu pd struktur bukan pada kronologi, artinya; urutannya bisa dibolak-balik atau bahkan berhimpit satu sama lain. Justru di sinilah yg menjadikan kekuatan sebuah fiksimini. Tantangannya adalah bagaimana memenuhi unsur-unsur itu di dalm 140 karakter yg sebaiknya mengandung : aspek yg baik dr sebuah cerita yaitu suspense atau surprise.

Fiksimini merupakan sebentuk wahana di mana eksperimentasi seprti itu dilakukan. Kemudian akan menjadi lengkap ketika pembaca bisa menangkap premis yang melandasi plot dlm cerita itu. Premis ini sendiri biasa merupakan gagasan tersembunyi yang sebaiknya tdk pembaca temukan pd kesempatan pertama perjumpaannya dgn teks sehingga sebuah fiksimini bisa terhindar dr deretan slogan maupun definisi-definisi yg terlalu verbal.

Pertanyaan dari mas S che Hidayat:
S Che Hidayat ‎::. Fiksimini - Mucikari -
( ini hanya copas)

Semalam lagi terlewat, dalam dada perih teriris, uang yang digenggamnya tak cukup meski hanya untuk membayar terapi HIV-nya.

adakah dari ketiga unsur di atas -yang di sebutkan kak SusyAyu Dua, di fiksimini itu.

sengaja saya ambil contoh dari tulisan saya sendiri...
terima kasih.

Jawaban :

SusyAyu Dua
Mas S Che Hidayat,ya. ada. Frase "semalam lagi terlewat" merupakan introduksi pd pembaca bahwa plot yang dijabarkan sesudahnya merupakan proses yang sudah berkelanjutan, berhimpit-himpit dengan surprise "uang yang digenggamnya tak cukup" yang merupakan puncak konflik dan sekaligus resolusi dari plot.

Ada baiknya juga untuk menggarisbawahi bahwa seringkali dalam fiksi mini, bagian-bagian yang merupakan introduksi, puncak dan resolusi hanya bisa dikenali sebagai 'lengkap' ketika ketiganya telah ditandai oleh pembaca. Himpitan-himpitan semacam ini yang merupakan salah satu kekhasan fiksi mini, dan juga sekaligus kekuatannya.

Keterbatasan ruang (yang inipun hanya berlaku dalam ‘rubrik’ ini, yakni 140 karakter) yang sudah didefiniskan sebelumnya memberi keharusan untuk mengasah kesanggupan menuangkan gagasan dalam 'ketidaklengkapan-ketidaklengkapan' yang musti berefek 'lengkap' dalam imajinasi pembaca.

Masalahnya adalah apakah kisah yang ditulis cukup seduktif untuk membuat pembaca melengkapinya sendiri dalam gagasan yang terbit dalam benak mereka setelah membacanya?

Demikianlah salah satu kemenarikan dari fiksi mini. Seduksi, suspense, surprise.. mungkin demikian yang bisa diangankan dari sebuah fiksi mini. Tentu saja ini juga bukan segalanya :)



Buat teman yg ingin mengetahui teori dasar ttg struktur tiga babak ini, bisa dibaca di buku Poetics-nya Aristoteles

Dalam bukunya, Poetics, Aristoteles, banyak menelaah tentang tragedi, sebuah bentuk dramatik yang banyak ditemukan dalam sebagian besar literatur klasik Yunani. Menurutnya, sebuah tragedi memiliki enam bagian yang mendasar, yaitu Plot, Karakter, Diksi, Ide (Thought), Spektakel (spectacle) dan Lagu (Song). Dalam hal plot, demikian yang ia katakan:
The plot, then, is the first principle, and, as it were, the soul of a tragedy:…

Dan lanjutnya:
Chapter VII
.. Tragedy is an imitation of an action that is complete, and whole, and of a certain magnitude; .. A whole is that which has a beginning, a middle, and an end. A beginning is that which does not itself follow anything by causal necessity, but after which something naturally is or comes to be. An end, on the contrary, is that which itself naturally follows some other thing, either by necessity, or as a rule, but has nothing following it. A middle is that which follows something as some other things follows it. A well constructed plot, therefore, must neither begin nor end at haphazard, but conform to these principles.

Bila disimak, mungkin bisa ketemukan banyak sekali karya-karya sekarang ini yang tidak sepenuhnya memenuhi yang dijabarkan dalam Poetics, tapi demikianlah jamaknya sebuah teori, yang akan terus direvisi dari waku ke waktu. Akan tetapi, dalam kesempatan pertama, penjabaran teori-teori ‘babon’ semacam ini menarik untuk disimak, karena demikianlah pondasi pengertian kita akan kenyataan (karya sastra) bisa kita tetapkan. Sebuah pondasi semata-mata tentu saja tidak memadai, tapi kita tetap memerlukannya sebagai dasar bukan?

Dalam hal fiksi mini kita, tentu saja kita bisa melampaui teori itu, atau teori manapun, dan memang seharusnyalah demikian, sebuah karya kreatif semestinya terbebas dari aturan. Tapi ketika kita ingin melampaui aturan, bukankah aturan itu sendiri harus kita kenali? Dan tentu saja, sekali lagi, ini juga bukan satu-satunya aturan.

Sekelumit tulisan tentang gagasan aristoteles mengenai struktur tiga babak ini sekali lagi bukan agar fiksimini yang kita tulis hanya memenuhi hal tersebut, tapi justru agar eksperimen-eksperimennya dapat melampaui kebakuan-kebakuan yang ada. Demikian takdir yang mestinya ditempuh oleh sastra.

Terimakasih dan mohon maaf atas segala kekurangan. ***

(tulisan ini berawal dr status saya untuk menyemangati dan memberi masukan yang lebih praktis kepada teman-teman peserta # fiksi 140, namun kemudian berkembang menjadi sebuah note seperti ini).

Susy Ayu
Pelaku Sastra
27 Oktober 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar